Selasa, 17 Februari 2009

penanggulangan Tsunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu kata Tsu dan Nami. Tsu berarti pelabuhan dan nami berarti gelombang besar. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan adanya gelombang besar yang disebabkan oleh gempa bumi. Lebih tepatnya tsunami diartikan sebagai gelombang laut yang terjadi secara mendadak yang disebabkan karena terganggunya kestabilan air laut yang diakibatkan oleh gempa bumi.

Dapat dikemukan bahwa tidak semua gempa bumi di dasar laut menimbulkan tsunami. Begitu juga dari pengalaman membuktikan bahwa tanpa adanya gempa bumi di dasar laut tsunami bisa saja terjadi. Seperti yang terjadi pada tahun 1976 di Larantuka dan Pantai Padang pada tahun 1980.

Pada masa sekarang penggunaan istilah tersebut meluas pada gelombang besar yang disebabkan oleh letusan gunung berapi, longsoran dan lain-lain. Letusan gunung Krakatau pada tahun 1883 telah mencatat sejarah karena tsunami yang ditimbulkannya telah memakan korban lebih dari 36 ribu jiwa.

Penyebab Terjadinya Tsunami

Tsunami terjadi karena adanya gangguan impulsif terhadap air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba. Ini terjadi karena tiga sebab, yaitu : gempa bumi, letusan gunung api dan longsoran (land slide) yang terjadi di dasar laut. Dari ketiga penyebab tsunami, gempa bumi merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami sangat ditentukan oleh karakteristik gempa bumi yang menyebabkannya.

Bagian terbesar sumber gangguan implusif yang menimbulkan tsunami dahsyat adalah gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Walaupun erupsi vulkanik juga dapat menimbulkan tsunami dahsyat, seperti letusan gunung Krakatau pada tahun 1883.

Gempa bumi di dasar laut ini menimbulkan gangguan air laut, yang disebabkan berubahnya profil dasar laut. Profil dasar laut ini umumnya disebabkan karena adanya gempa bumi tektonik yang bisa menyebabkan gerakan tanah tegak lurus dengan permukaan air laut atau permukaan bumi. Apabila gerakan tanah horizontal dengan permukaan laut, maka tidak akan terjadi tsunami.

Apabila gempa terjadi didasar laut, walaupun gerakan tanah akibat gempa ini horizontal, tetapi karena energi gempa besar, maka dapat meruntuhkan tebing-tebing (bukit-bukit) di laut, yang dengan sendirinya gerakan dari runtuhan in adalah tegak lurus dengan permukaan laut. Sehingga walaupun tidak terjadi gempa bumi tetapi karena keadaan bukit/tebing laut sudah labil, maka gaya gravitasi dan arus laut sudah bisa menimbulkan tanah longsor dan akhirnya terjadi tsunami. Hal ini pernah terjadi di Larantuka tahun 1976 dan di Padang tahun 1980.

Gempa-gempa yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah :

1. Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.

2. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km.

3. Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 Skala Richter.

4. Jenis pensesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar turun. Gaya-gaya semacam ini biasanya terjadi pada zona bukaan dan zona sesar.

Antisipasi terhadap ancaman Tsunami

Secara teori tsunami lebih mudah untuk di prediksi dibandingkan dengan gempa bumi. Tenggang waktu terjadinya gempa bumi dan tibanya tsunami di pantai memungkinkan untuk dapat menganalisa karekteristik gempa bumi tersebut. Dalam tempo 20 sampai 30 menit, dapat ditentukan apakah suatu gempa bumi dapat menyebabkan tsunami atau tidak. Informasi tersebut dapat disampaikan kepada masyarakat sebelum gelombang-gelombang tersebut menerjang pantai. Karena terbatasnya fasilitas komunikasi sangat mungkin terjadi informasi belum sampai sementara gelombang tsunami telah menyapu pantai. Hal inilah yang melandasi adanya sistem peringatan dini (Tsunami Warning System), untuk itu diperlukan adanya alterlatif untuk mengatasi kesulitan tersebut. Langkah-langkah yang diambil meliputi :

a. Adanya identifikasi daerah rawan tsunami .

b. Penyuluhan kepada penduduk dan aparat terkait di daerah rawan tsunami.

c. Proteksi daerah pantai di antaranya membuat jalur hijau sejauh 200 meter dari garis pantai yang berfungsi sebagai penahan gelombang dan melestarikan kelestarian batu karang yang sekaligus berfungsi sebagai pemecah gelombang.

d. Menetapkan letak pemukiman berada di belakang jalur hijau sehingga terlindung dari ancaman gelombang, kalaupun terpaksa di bangun di dekat pantai, rumah yang baik adalah rumah panggung dengan bagian bawah kosong sehingga memungkinkan air laut untuk terus melewatinya.

e. Membuat dasar hukum yang kuat guna upaya pengaturan tata guna lahan yang terletak pada daerah pantai.

Penanggulangan Tsunami

Melihat bagaimana terjadinya tsunami seperti penjelasan di atas, mulai surutnya air laut sampai datangnya kembali gelombang tersebut, yang memakan waktu cukup lama. Lebih-lebih apabila sumber tsunami berada lebih jauh di tengah laut maka perlu dilakukan cara-cara penanggulangannya. Dengan demikian apabila masyarakat telah mengetahui apa yang terjadi dan bagaimana akibatnya, mungkin jumlah korban akan bisa dikurangi, larena masih ada waktu untuk meninggalkan tempat berbahaya tersebut. Cara penanggulangan bahaya gelombang tsunami ini adalah dengan cara prepentif.

Dari pengalaman membuktikan bahwa korban tsunami hampir sebagian besar disebabkan karena mereka yang jadi korban tidak mengetahui apa yang akan terjadi apabila air surut secara mendadak, lebih-lebih setelah terjadi gempa bumi, malah korban umumnya pergi kelaut untuk menonton peristiwa alam tersebut.

Secara teoritis dapat diketahui daerah-daerah di mana di Indonesia yang akan terkena gelombang tsunami. Cara praktis menanggulangi bahaya tsunami untuk daerah-daerah yang diprakirakan akan dilanda tsunami harus diberi penerangan secara mendetail apa dan bagaimana tsunami itu dan sekaligus apa yang perlu dilakukan apabila air laut surut secara mendadak.

Riset dan Mitigasi Bencana Tsunami

Riset tentang tsunami ini telah dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Riset yang bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi pusat gempa dan karakteristik yang berpotensi menimbulkan tsunami.

2. Riset yang diarahkan untuk membuat model penjalaran gelombang tsunami dan prediksi tingginya tsunami pada saat mencapai pantai, riset merupakan kajian dari ilmu Oceanografi.

3. Riset yang ditujukan untuk mencari cara-cara yang tepat dalam pemantauan tsunami dan perlindungan pantai terhadap bahaya tsunami, dalam riset ini diperlukan keahlian dalam bidang ilmu Seismologi, Oceanografi dan Teknik Sipil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar